twitter
rss


Perubahan UUD 1945 mencantumkan dua pasal, pasal 22C dan 22D yang melahirkan sebuah lembaga baru. Dewan Perwakilan Daerah, sebuah lembaga representasi aspirasi dan kepentingan daerah.  Di dalamnya, terdapat porsi aspirasi yang menyuarakan kepentingan pendidikan masyarakat daerah. Kebijakan inilah yang menurutku, akan menjadi kunci bagi kemajuan tiap-tiap daerah.
Di  penghujung tahun 2011, saya berkesempatan mengikuti kegiatan coaching bagi sekolah RSBI yang diselenggarakan oleh PPPPTK bahasa. Kebetulan saya duduk bersama dengan Kepala Sekolah SMAN 3 Jayapura, Bapak Paulus Gandeguai. Saya sempat bertanya tentang konflik yang terus-menerus diberitakan di media dan bagaimana terpuruknya  SDM di sana. Namun beliau malah menunjukkan SMS dari Yohanes Surya bahwa siswanya baru saja memenangkan olimpiade sains. Bahkan beliau bercerita, ada 10 orang siswa SD memenangkan kontes robot dunia yang juga diikuti oleh perwakilan Indonesia seperti ITB. Sebuah prestasi yang luput dari pemberitaan yang selama ini hanya menampilkan sisi konflik di Papua.
Pemerintah Papua  ternyata memiliki kebijakan pendidikan yang visioner. Misalnya pada tahun 2020 akan lahir 100 orang doktor asli Papua. Saat ini mereka memberikan beasiswa full kepada anak-anak Papua hingga ke perguruan Tinggi dalam dan luar negeri. Tidak sedikit mahasiswa Papua yang belajar di Australia, Amerika, Eropa dan ratusan yang kuliah di Cina. Untuk memenangkan olimpiade sains saja, pemerintah rela menggelontorkan uang sebesar 28 milyar per tahun dengan mengirim siswa-siswi berprestasi berguru di Surya Institut. Sungguh suatu keberanian luar biasa demi investasi sumber daya manusia masa depan.
Jika saya menjadi anggota DPD RI, maka pendidikan adalah hal mutlak yang harus diprioritaskan sesuai dengan amanat UUD 1945 pasal 22D ayat 2 dan 3. Pembangunan sumber daya manusia adalah kunci utama pembuka kemajuan rakyat daerah. Sebesar apapun bantuan dan fasilitas yang diberikan pemerintah, jikalau rakyatnya belum cerdas, akan berdampak sia-sia. Kita sepatutnya bercermin pada negara-negara tetangga betapa mereka memperhatikan pendidikan dengan sangat serius. Alokasi dana dan pengawasan sungguh-sungguh diterapkan. Kita seharusnya belajar dari pengalaman kebijakan pembangunan Sukarno dan Suharto. Sukarno membangun karakteristik manusia yang mandiri dan kreatif namun masyarakatnya miskin. Suharto melakukan pembangunan fisik namun mengabaikan karakteristik manusianya sehingga SDMnya rapuh dan tidak kreatif.  Pembangunan semestinya menjalankan kedua-duanya, yakni pembangunan fisik dan sumber daya manusia.
Kita tentunya sadar bahwa selama ini kita hanyalah pasar tempat negara-negara lain melempar produknya-produknya. Kita adalah buruh yang ditempatkan pada tenaga-tenaga kasar dan lapangan di perusahaan-perusahaan besar milik asing. Lucunya, kita bangga mengekspor barang mentah ke luar negeri yang nantinya akan kita beli dalam bentuk barang jadi.
Jika saya menjadi anggota DPD RI, langkah-langkah yang akan dilakukan sesuai tugas pokok dan fungsi DPD RI adalah :
1.      Membuat desain anggaran pendidikan visioner yang pro pada rakyat miskin dan pemerataan aksesnya hingga wilayah pedalaman
2.       Menganggarkan beasiswa mulai jenjang wajib belajar 12 tahun hingga S-3 dengan kontrak wajib mengabdi pada daerah asalnya
3.      Memperhatikan kesejahteraan guru-guru yang mengabdi di pedalaman
4.       Mengawal setiap kebijakan pendidikan pemerintah daerah secara ketat
5.      Melakukan pengawasan berkala dan menyeluruh terhadap pelaksanaan program pendidikan sebab korupsi sudah mulai melekat pada dunia pendidikan.

Demikian tulisan sederhana ini, semoga bermanfaat dan menjadi inspirasi bagi siapapun yang memiliki wewenang dalam menentukan kebijakan pemerintahan

By muhammad Ikhsan, M.SI
Penulis adalah guru di SMAN 5 Palangkaraya Kalimantan Tengah

1 comments:

  1. Memperhatikan kesejahteraan guru-guru yang mengabdi di pedalaman.yang ini layak diperhatikan.Permasalahannya juga kadang ada sejumlah sarjana pendidikan yang tidak terserap di lapangan kerja, atau bila ada mereka tidak mau mengabdi menjadi guru di pedalaman karena gajinya lebih kecil dibanding guru yang mengajar di kota besar.Coba simak situs http://teach.gov/ dibawah Departemen Pendidikan Nasional Amerika,seandainya di Indonesia dibawah Departemen Pendidikan Nasional menyediakan fasilitas seperti itu,mungkin kebutuhan tenaga pengajar/guru di setiap Provinsi/daerah pedalaman dapat langsung diketahui dan dapat langsung diisi bagi sarjana pendidikan yang berminat seperti yang dicita-citakan oleh gerakan Indonesia Mengajar...semoga saja menjadi masukan bagi pemerintah kita....

Post a Comment